Salman Al-Farisi
Salman al-Farisi (Persia:سلمان فارسی, Arab:سلمان الفارسي) adalah sahabat Nabi Muhammad
yang berasal dari Persia. Dikalangan sahabat lainnya ia dikenal dan
dipanggil dengan nama Abu Abdullah.
KEHIDUPAN
Sebagai seorang Persia ia menganut agama Majusi,
tapi ia tidak merasa nyaman dengan agamanya. Kemudimi pergolakan batin untuk
mencari agama yang dapat menentramkan hatinya. Pencarian agamanya membawa
hingga ke jazirah Arab
dan akhirnya memeluk agama [Isl Salman al-Farisi pada an ia mengalaawal
hidupnya adalah seorang bangsawan dari Persia,
sebam].
Ia menjadi pahlawan dengan ide membuat parit
dalam upaya melindungi kota Madinah
dalam pertempuran khandaq.
Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, ia dikirim untuk menjadi gubernur di
daerah kelahirannya, hingga ia wafat
Dari Persi datangnya pahlawan kali ini. Dan dari Persi pula Agama Islam nanti dianut oleh orang-orang Mu'min yang tidak sedikit jumlahnya, dari kalangan mereka muncul pribadi-pribadi istimewa yang tiada taranya, baik dalam bidang kedalaman ilmu pengetahuan dan ilmuan dan keagamaan, maupun keduniaan.
Dan memang, salah satu dari keistimewaan dan
kebesaran al-Islam ialah, setiap ia memasuki suatu negeri dari negeri-negeri
Allah, maka dengan keajaiban luar biasa dibangkitkannya setiap keahlian,
digerakkannya segala kemampuan serta digalinya bakat-bakat terpendam dari warga
dan penduduk negeri itu, dokter-dokter Islam, ahli-ahli astronomi Islam,
ahli-ahli fiqih Islam, ahli-ahli ilmu pasti Islam dan penemu-penemu mutiara
Islam.
Ternyata bahwa pentolan-pentolan itu berasal
dari setiap penjuru dan muncul dari setiap bangsa, hingga masa-masa pertama
perkembangan Islam penuh dengan tokoh-tokoh luar biasa dalam segala lapangan,
baik cita maupun karsa, yang berlainan tanah air dan suku bangsanya, tetapi
satu Agama. Dan perkembangan yang penuh berkah dari Agama ini telah lebih dulu
dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahkan beliau telah
menerima janji yang benar dari Tuhannya Yang Maha Besar lagi Maha Mengetahui.
Pada suatu hari diangkatlah baginya jarak pemisah dari tempat dan waktu, hingga
disaksikannyalah dengan mata kepala panji-panji Islam berkibar di kota-kota di
muka bumi, serta di istana dan mahligai-mahligai para penduduknya.
Salman radhiyallahu 'anhu sendiri turut
menyaksikan hal tersebut, karena ia memang terlibat dan mempunyai hubungan erat
dengan kejadian itu. Peristiwa itu terjadi waktu perang Khandaq, yaitu pada
tahun kelima Hijrah. Beberapa orang pemuka Yahudi pergi ke Mekah menghasut
orang-orang musyrik dan golongan-golongan kuffar agar bersekutu menghadapi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan Kaum Muslimin, serta mereka
berjanji akan memberikan bantuan dalam perang penentuan yang akan menumbangkan
serta mencabut urat akar Agama baru ini.
Siasat dan taktik perang pun diaturlah secara
licik, bahwa tentara Quraisy dan Ghathfan akan menyerang kota Madinah dari
luar, sementara Bani Quraidlah (Yahudi) akan menyerang-nya dari dalam -- yaitu
dari belakang barisan Kaum Muslimin sehingga mereka akan terjepit dari dua arah,
karenanya mereka akan hancur lumat dan hanya tinggal nama belaka.
Demikianlah pada suatu hari Kaum Muslimin
tiba-tiba melihat datangnya pasukan tentara yang besar mendekati kota Madinah,
membawa perbekalan banyak dan persenjataan lengkap untuk menghancurkan. Kaum
Muslimin panik dan mereka bagaikan kehilangan akal melihat hal yang tidak
diduga-duga itu. Keadaan mereka dilukiskan oleh al-Quran sebagai berikut:
Ketika mereka datang dari sebelah atas dan
dari arah bawahmu, dan tatkala pandangan matamu telah berputar liar,
seolah-olah hatimu telah naik sampai kerongkongan, dan kamu menaruh sangkaan
yang bukan-bukan terhadap Allah. (Q.S. 33 al-Ahzab:l0)
24.000 orang prajurit di bawah pimpinan Abu
Sufyan dan Uyainah bin Hishn menghampiri kota Madinah dengan maksud hendak
mengepung dan melepaskan pukulan menentukan yang akan menghabisi Muhammad
shallallahu 'alaihi wasallam, Agama serta para shahabatnya.
Pasukan tentara ini tidak saja terdiri dari
orang-orang Quraisy, tetapi juga dari berbagai kabilah atau suku yang
menganggap Islam sebagai lawan yang membahayakan mereka. Dan peristiwa ini
merupakan percobaan akhir dan menentukan dari fihak musuh-musuh Islam, baik
dari perorangan, maupun dari suku dan golongan.
Kaum Muslimin menginsafi keadaan mereka yang
gawat ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam-pun mengumpulkan para
shahabatnya untuk bermusyawarah. Dan tentu saja mereka semua setuju untuk
bertahan dan mengangkat senjata, tetapi apa yang harus mereka lakukan untuk
bertahan itu?
Ketika itulah tampil seorang yang tinggi
jangkung dan berambut lebat, seorang yang disayangi dan amat dihormati oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Itulah dia Salman al-Farisi
radhiyallahu 'anhu!' Dari tempat ketinggian ia melayangkan pandang meninjau
sekitar Madinah, dan sebagai telah dikenalnya juga didapatinya kota itu di
lingkung gunung dan bukit-bukit batu yang tak ubah bagai benteng juga layaknya.
Hanya di sana terdapat pula daerah terbuka, luas dan terbentang panjang, hingga
dengan mudah akan dapat diserbu musuh untuk memasuki benteng pertahanan.
Di negerinya Persi, Salman radhiyallahu 'anhu
telah mempunyai pengalaman luas tentang teknik dan sarana perang, begitu pun
tentang siasat dan liku-likunya. Maka tampillah ia mengajukan suatu usul kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yaitu suatu rencana yang belum pernah
dikenal oleh orang-orang Arab dalam peperangan mereka selama ini. Rencana itu
berupa penggalian khandaq atau parit perlindungan sepanjang daerah terbuka
keliling kota.
Dan hanya Allah yang lebih mengetahui apa
yang akan dialami Kaum Muslimin dalam peperangan itu seandainya mereka tidak
menggali parit atas usul Salman radhiyallahu 'anhu tersebut.
Demi Quraisy menyaksikan parit terbentang di
hadapannya, mereka merasa terpukul melihat hal yang tidak disangka-sangka itu,
hingga tidak kurang sebulan lamanya kekuatan mereka bagai terpaku di
kemah-kemah karena tidak berdaya menerobos kota.
Dan akhirnya pada suatu malam Allah Ta'ala
mengirim angin topan yang menerbangkan kemah-kemah dan memporak-porandakan
tentara mereka. Abu Sufyan pun menyerukan kepada anak buahnya agar kembali
pulang ke kampung mereka ... dalam keadaan kecewa dan berputus asa serta
menderita kekalahan pahit ...
Sewaktu menggali parit, Salman radhiyallahu
'anhu tidak ketinggalan bekerja bersama Kaum Muslimin yang sibuk menggali
tanah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ikut membawa tembilang dan
membelah batu. Kebetulan di tempat penggalian Salman radhiyallahu 'anhu bersama
kawan-kawannya, tembilang mereka terbentur pada sebuah batu besar.
Salman radhiyallahu 'anhu seorang yang
berperawakan kuat dan bertenaga besar. Sekali ayun dari lengannya yang kuat
akan dapat membelah batu dan memecahnya menjadi pecahan-pecahan kecil. Tetapi
menghadapi batu besar ini ia tak berdaya, sedang bantuan dari teman-temannya
hanya menghasilkan kegagalan belaka.
Salman radhiyallahu 'anhu pergi mendapatkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan minta idzin mengalihkan jalur parit
dari garis semula, untuk menghindari batu besar yang tak tergoyahkan itu. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam pun pergi bersama Salman radhiyallahu 'anhu untuk
melihat sendiri keadaan tempat dan batu besar tadi. Dan setelah menyaksikannya,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta sebuah tembilang dan menyuruh
para shahabat mundur dan menghindarkan diri dari pecahan-pecahan batu itu
nanti....
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu
membaca basmalah dan mengangkat kedua tangannya yang mulia yang sedang memegang
erat tembilang itu, dan dengan sekuat tenaga dihunjamkannya ke batu besar itu.
Kiranya batu itu terbelah dan dari celah belahannya yang besar keluar lambaian
api yang tinggi dan menerangi. "Saya lihat lambaian api itu menerangi
pinggiran kota Madinah", kata Salman radhiyallahu 'anhu, sementara
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan takbir, sabdanya:
Allah Maha Besar! aku telah dikaruniai
kunci-kunci istana negeri Persi, dan dari lambaian api tadi nampak olehku
dengan nyata istana-istana kerajaan Hirah begitu pun kota-kota maharaja Persi
dan bahwa ummatku akan menguasai semua itu.
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengangkat tembilang itu kembali dan memukulkannya ke batu untuk kedua kalinya.
Maka tampaklah seperti semula tadi. Pecahan batu besar itu menyemburkan
lambaian api yang tinggi dan menerangi, sementara Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bertakbir sabdanya:
Allah Maha Besar! aku telah dikaruniai
kunci-kunci negeri Romawi, dan tampak nyata olehku istana-istana merahnya, dan
bahwa ummatku akan menguasainya.
Kemudian dipukulkannya untuk ketiga kali, dan
batu besar itu pun menyerah pecah berderai, sementara sinar yang terpancar
daripadanya amat nyala dan terang temarang. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pun mengucapkan la ilaha illallah diikuti dengan gemuruh oleh kaum
Muslimin. Lalu diceritakanlah oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bahwa beliau sekarang melihat istana-istana dan mahligai-mahligai di Syria
maupun Shan'a, begitu pun di daerah-daerah lain yang suatu ketika nanti akan
berada di bawah naungan bendera Allah yang berkibar. Maka dengan keimanan penuh
Kaum Muslimin pun serentak berseru: Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya
.... Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.
Baca juga kisah Abu Bakar Ash Shiddiq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar