Sabtu, 12 Juli 2014

Kisah Suhail bin Amr

 

Kisah Suhail bin Amr


Mengenal Suhail bin Amr

Suhail bin Amr adalah pemimpin bani amir, dikenal juga dengan Abu Yazid. Ia mempunyai kemuliaan dan kedudukan tinggi di kalangan kaum Quraisy, layaknya Abu Jahal, Uthbah bin Rabiah, Abu Sufyan, dll.
Anak laki-lakinya bernama Abdullah dan Abu Jandal. Anak perempuannya, Sahlah, istri dari abu hudzaifah yang merupakan anak dari Uthbah bin Rabiah. (Mungkin ada lagi, tapi setelah mencari kesana kemari, yang saya tahu hanya tiga ini)
Kemampuan berpidato dan diplomasinya sudah sangat dikenal. Ia juga ingin mewariskan kemampuannya itu ke kedua anak laki-lakinya. Karena itu, setiap kali suhail berjalan-jalan atau menghadiri pertemuan-pertemuan pembesar Quraisy, Abdullah dan Abu Jandal selalu dibawa besertanya.
Ia pernah menangani sengketa antara orang yahudi dan quraisy yang beradu mulut. Ceritanya, tahun lalu orang quraisy (Q) membeli barang orang yahudi (Y) dengan berhutang dulu, berharap ketika barang-barang itu terjual, hutangnya bisa dibayar. Tapi ternyata barangnya Y ini jelek-jelek, sehingga tidak laku dijual. Q pun menjadi rugi, dan tidak mau membayar hutangnya dengan penuh (rugi ditambah kesal karena ditipu). Tapi Y tetap berdalih itu diluar tanggung jawabnya, bisa saja barangnya menjadi jelek ketika di perjalanan/selama penyimpanan oleh Q. Suhail bin Amr menengahinya, dengan membayarkan sisa hutang orang yahudi itu.
Polemik karena keislaman keluarganya

Ketika Rasulullah menyerukan islam di Makkah, Suhail bin Amr termasuk salah satu orang yang sangat kekeuh menentang islam. Ia senantiasa menghasut orang-orang agar membenci Rasulullah, dengan berpidato kemana-mana.
Tetapi ternyata, anak-anaknya, abdullah dan sahlah (istrinya abu hudzaifah), justru adalah orang yang pertama-tama masuk islam. Tidak lama kemudian, Suhail mengetahuinya. Kalau yang Sahlah, kepergok ketika shalat. Sedangkan abdullah, memang berani mengkonfrontasi Suhail dengan menyatakan keislamannya, yang ketika itu berkata (keren lah ini),
“Mana yang lebih kau sukai, lawan yang berani, terhormat dan berintegritas, atau pengikut yang pengecut yang tidak mempunyai integritas?”
“Jelas yang pertama, tapi yang terbaik adalah sekutu yang berintegritas.”
“Ketahuilah ayah, bahwa saya adalah muslim.”
Dan akhirnya Abdullah diusir, tidak diakui sebagai anak lagi.
Sedangkan Abu Jandal, yang sebenarnya sudah islam juga, masih menyembunykan keislamannya di depan ayahnya. Dia anak yang sangat patuh, Suhail pun sangat menyayanginya. Sepertinya terselip agenda dakwah dibalik kepatuhan Abu Jandal ini. Tapi Suhail masih saja bebal.
Abdullah hijrah ke habasyah lalu pulang lagi ke Makkah karena mengira islam telah menang. Ketika kembali ke Makkah, Suhail mengatur tipudaya untuk menangkap Abdullah. Abu jandal yang sudah tidak tahan lagi, akhirnya mengugkapkan pada ayahnya bahwa ia juga telah islam. Suhail marah, dan memenjarakan kedua anaknya itu, Abdullah dan Abu Jandal.
Perang Badar dan Menjadi Tawanan

Ketika perang badar, Suhail termasuk baris depan pasukan Quraisy (sejenis panglima mungkin). Sebelum Suhail berangkat perang, anaknya, Abdullah, berpura-pura menyerah dan akan mengikuti Suhail berperang membela Quraisy. Suhail pun membebaskannya. Tapi di medan perang, Abdullah kabur dari pasukan Quraisy dan kembali berpihak ke Rasulullah.
Singkat cerita, kaum musyrikin quraisy kalah di perang badar, dan Suhail menjadi tawanan. Saat ditawan, ia melihat bagaimana muslim sangat baik dalam memperlakukan tawanan perang. Setelah tebusannya dibayar, Suhail pun akhirnya dibebaskan.
Ada riwayat mengatakan, sewaktu Suhail tertawan setelah perang Badar, Umar bin Khattab segera menuju kearahnya dan hendak mematahkan giginya agar tidak bisa lagi berpidato untuk menghasut orang dan menebar fitnah (ditonjok mungkin maksudnya), tapi Rasulullah mencegahnya dan bersabda kepada Umar,
“Biarlah. Mungkin suatu ketika gigi itu akan membuatmu senang.”
Akhirnya Suhail bin Amr dibiarkan hidup dan masih terus memerangi kaum Muslimin.
Negosiator Perjanjian Hudaibiyah
Di akhir tahun keenam hijrah, Rasulullah SAW bersama para sahabatnya pergi ke Makkah untuk melakukan umrah.  Keberangkatan mereka ini diketahui oleh Quraisy, hingga mereka pergi menghadang. Mereka bermaksud menghalangi kaum Muslimin berangkat ke kota Makkah. Utusan Quraisy datang silih berganti kepada Rasulullah untuk melarang kaum muslimin melakukan umrah, dengan berbagai ancaman dan lain lain. Tapi, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena keteguhan hati Rasulullah dan kaum muslimin.
Karena para pembesar Quraisy tidak mengerti-mengerti juga, akhirnya Rasulullah mengutus Utsman bin Affan. Tapi Utsman tak kunjung kembali dan tersiar kabar kalau Utsman di bunuh. Mendengar itu, kaum muslilim berbai’at tidak akan meninggalkan tempat itu sebelum memerangi Quraisy. Belakangan diketahui berita itu hoax dan Utsman pun kembali dengan selamat.
Quraisy yang panik dan ketakutan akhirnya mengutus Suhail bin Amr untuk bernegosiasi dengan Rasulullah. Terjadilah perundingan yang berlangsung lama di antara mereka. Dengan pongahnya ia menolak ketika Rasulullah meminta perjanjian itu dibuka dengan “Bismillahirrahmanirrahiim.” Ia berkata,
“Demi Allah aku tidak tahu, siapa itu Ar Rahman? Tetapi tulislah Bismika Allahumma !”Rasulullah mengalah. Kemudian ketika dituliskan, “Muhammad, utusan Allah.” Suhail langsung berkata,
 “Andaikata kami yakin bahwa engkau Rasulullah, kami tidak akan menghalangimu masuk Masjidil Haram dan tidak pula memerangimu. Karena itu tulislah Muhammad bin Abdullah !”
Rasulullah kembali mengalah dan memerintahkan Ali untuk menggantinya seperti permintaan Suhail. Dalam perundingan ini Suhail berusaha hendak mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya untuk Quraisy. Dan sepintas, ia terlihat berhasil, karena isi perjanjian itu seolah olah sangat merugikan kaum muslimin dan menguntungkan Quraisy.
Seketika setelah perjanjian itu disepakati, Abu Jandal yang berhasil melarikan diri dari makkah datang hendak menemui Rasulullah. Tapi dengan bermodalkan perjanjian itu, Suhail memaksa Abu Jandal untuk kembali lagi ke Makkah bersamanya, dan Rasulullah serta kaum muslimin tidak dapat mencegahnya, selain menasihati Abu Jandal untuk bersabar, karena Allah akan memberikan baginya kemudahan dan jalan keluar.
Fathul Makkah dan Islamnya Suhail bin Amr
Suhail beserta Shafwan bin Umayyah menghadang pasukan Khalid ketika fathul Makkah. Namun, karena kekuatannya sedikit, maka akhirnya mereka kabur. Suhail bersembunyi di rumahnya. Abdullah dan Abu Jandal mendatanginya dan mengajaknya untuk menyerah dan berislam. Karena Suhail masih sangat takut, mengingat ia sangat memusuhi islam sebelumnya, ia tidak berani datang, hingga akhirnya kedua anaknya memberikan jaminan keamanan untuknya.
Rasulullah amat pengasih, dengan sikap yang sangat lembut, beliau menyerukan ,
                “Semua kalian bebas..”
Segenap penduduk makkah yang dihantui ketakutan pun menjadi lega, begitu pula dengan Suhail. Ia terpesona dengan kebesaran Nabi Muhammad dan kebesaran islam. Hal ini menyadarkannya, sehingga ia menyerahkan dirinya kepada Allah dengan berislam dengan sebenar-benarnya.
Meninggalnya Rasulullah SAW
Ketika Rasulullah meninggal, beberapa kabilah mulai murtad dan sebagian warga Mekkah mulai goyah. Jika di Madinah ada Abu Bakr dengan pidatonya yang menguatkan kaum muslimin, maka di Makkah bangkitlah Suhail bin Amr sebagai orator ulung yang menyeru kepada kaumnya,
“Wahai penduduk Makkah. Janganlah kalian menjadi manusia yang paling akhir masuk ke dalam Islam, dan menjadi orang pertama yang murtad.
Muhammad hanyalah manusia biasa yang telah diutus untuk menyampaikan amanah, menasihati umat.
Islam telah menjadi agama yang Kaffah, yang menjadi pedoman dalam perbuatan seperti apa yang telah Rasulullah SAW lakukan.
Demi Allah, agama ini akan menyebar luas dari ujung timur hingga ke barat.
Maka janganlah kalian terpengaruh oleh orang-orang munafik.…”
(terharu)
Dan benarlah Rasulullah, bahwa Suhail bin Amr suatu saat nanti melakukan sesuatu yang menyenangkan kaum muslimin dengan lisannya.
‘Ketekunan seseorang pada suatu saat dalam perjuangan di jalan Allah, lebih baik baginya daripada amal sepanjang hidupnya.’ 

Maka sungguh Aku akan berjuang di jalan Allah sampai mati, dan takkan kembali ke Makkah!”
Ia pergi ke Syria untuk turut mengambil peran dalam peperangan disana, perang Yarmuk melawan bizantium. Setelah penaklukan syam, ia bergabung dengan pasukan yang berjaga di garis depan di Syam, dan menghabiskan sisa waktunya disana sampai ia meninggal karena penyakit tha’un. Inilah akhir kehidupannya, yang Allah telah mengganti keburukan keburukan yang dilakukan Suhail dengan kebaikan kebaikan.
Sosok islamnya Suhail bin Amr
Suhail adalah sahabat yang banyak melakukan shalat, puasa, dan sedekah. Ada yang mengatakan bahwa dia selalu berpuasa dan shalat tahajjud hingga kondisinya terlihat lusuh dan berubah. Dia banyak menangis jika mendengar ayat-ayat Al Qur`an.
Beberapa sahabat dan orang-orang yang datang sesudah mereka berkata,
“Tidak ada satu pun pembesar Quraisy yang belakangan masuk Islam, lalu masuk Islam ketika Fathul Makkah, yang lebih banyak shalatnya, puasanya, dan sedekahnya daripada Suhail. Bahkan tidak ada yang lebih semangat terhadap hal-hal yang mendukung kepada akhirat dibandingkan Suhail bin Amr.”
Bagaimana dengan kesungguhan Suhail dalam islam? Ia pernah berkata,
“Demi Allah. Saya tidak akan biarkan satu tempat pun yang di situ saya berada bersama kaum musyrikin melainkan saya berada di sana bersama kaum muslimin seperti itu juga. Tidak ada satu pun nafkah yang dahulu saya serahkan bersama kaum musryikin melainkan saya infakkan pula kepada kaum muslimin yang serupa dengannya. Mudah-mudahan urusanku dapat menyusul satu sama lainnya.”
Dulu ia tekun berdiri di depan berhala-berhala, maka setelah islamnya ia pun berbuat lebih dari itu di hadapan Allah. Ia senantiasa beribadah, mensucikan diri dan mendekatkan dirinya kepada Allah. Dulu ia berperang bersama orang-orang musyrik menghadapi islam,  maka setelah islamnya ia pun tampil sebagai mujahid yang gagah berani di barisan tentara islam.
Walaupun Suhail bin Amr baru berislam saat fathul makkah dan bukan sebelumnya, tetapi kita lihat keislaman dan keimanannya begitu tinggi, hingga dapat menguasai keseluruhan dirinya dan merubahnya menjadi seorang mujahid yang mati-matian berkorban di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Islam telah menempa dirinya, dengan semua bakat dan karakternya, ketika di sibghah dengan islam, terpaculah seluruhnya untuk menegakan kebenaran, dan senantiasa dalam keimanan. Subhanallah

ABDULLAH BIN MAS’UD

 

ABDULLAH BIN MAS’UD



Pemuda Pemberani, Pelantun Al-Quran dihadapan Kaum Kafir
Abdullah bin Mas’ud adalah Sahabat Nabi  Muhammad  SAW. Abdullah bin Mas’ud termasuk dalam golongan pertama yang masuk Islam (as-sabiquna al-awalun). Ia memiliki kepandaian dan pengetahuan yang mendalam tentang Islam. Ia memperoleh umur yang panjang dan hidup hingga masa Khalifah  Utsman bin Affan  dan meninggal yang disebabkan usia yang tua.

BIOGRAFI

Masyarakat di sekitarnya memanggilnya Ibn Umm Abd atau putra dari budak wanita. Namanya sendiri adalah Abdullah dan nama ayahnya adalah Mas’ud. Dia adalah sahabat Rasulullah SAW yang ketika kecil merupakan penggembala kambing milik salah satu ketua adat Bani Quraisy bernama Uqbah bin Muayt.
Suatu hari, ia mendengar kabar tentang kenabian Rasulullah. Namun Abdullah tidak tertarik dan tidak ingin tahu mengingat usianya yang masih kecil. Selain itu, ia memang jauh dari komunitas masyarakat Makkah, karena pekerjaannya sebagai penggembala kambing, yang terbiasa berangkat pagi dan pulang petang hari.
Suatu hari, ketika ia tengah menjaga ternaknya, ia melihat dua orang pria paruh baya bergerak mendekatinya dari kejauhan. Mereka terlihat lelah, dan sangat kehausan. Mereka kemudian berjalan ke arahnya, memberikan salam dan memintanya memerah susu kambing yang ia gembalakan sehingga mereka dapat minum. Namun Abdullah berkata ia tidak bisa memberikannya kepada mereka. “Kambing-kambing ini bukan milikku, saya hanya memeliharanya,” ujarnya jujur. Mendapat jawaban seperti itu, kedua pria ini tidak memberikan bantahan. Meskipun mereka sangat kehausan, namun mereka sangat senang dengan jawaban jujur dari sang bocah penggembala ini. Kegembiraan ini terlihat jelas dari wajah mereka. Di lubuk hati Abdullah, ia juga mengagumi tamunya.
Kedua pria tadi tidak memungkiri apa yang dikatakan oleh bocah ini, dan tampak dari wajahnya bahwa mereka menerima alasan bocah itu. Lalu salah seorang di antara mereka berkata kepada bocah tadi, “Tunjukkan kepadaku seekor domba jantan!” Maka bocah tersebut menunjuk ke arah seekor domba kecil yang ada di dekatnya. Lalu pria tadi menghampiri dan menangkapnya. Ia mengusap puting kambing dengan tangannya sambil membaca nama Allah. Bocah tadi mengamati apa yang dilakukan pria ini dengan penuh keheranan. “Bagaimana mungkin seekor domba jantan kecil dapat mengeluarkan susu?!” gumamnya.
Akan tetapi, puting susu kambing itu tiba-tiba menggelembung, lalu keluarlah susu yang begitu banyak darinya. Lalu pria yang lain mengambil sebuah batu kering dari tanah. Kemudian batu tersebut diisinya dengan susu. Dan keduanya minum dengan batu tersebut. Lalu keduanya memberikan susu itu kepadaku untuk diminum. Aku hampir saja tidak mempercayai apa yang baru saja kulihat. Setelah kami merasa puas. Pria yang mendapatkan berkah dengan susu kambing tadi berkata: “Berhentilah!” Maka berhentilah susu tersebut sehingga puting kambing kembali seperti sedia kala.
Pada saat itu, aku berkata kepada manusia yang penuh berkah tadi: “Ajarkan aku ucapan yang kau baca tadi!” Ia menjawab: “Engkau adalah seorang bocah yang terpelajar!” Peristiwa tersebut adalah awal mula Abdullah bin Mas’ud mengenal Islam. Karena pria yang penuh berkah tadi tiada lain adalah Rasulullah SAW, dan sahabat yang menyertainya saat itu adalah Abu Bakar.
Pada hari itu mereka berdua pergi menuju lereng-lereng Makkah, karena  menghindari penyiksaan oleh suku Quraisy. Tak lama berselang dari peristiwa itu, Abdullah bin Mas’ud menyatakan masuk Islam dan menyerahkan dirinya kepada Rasulullah SAW untuk membantu Beliau. Maka Rasulullah SAW menjadikan dia sebagai pembantunya.
Abdullah bin Mas’ud menerima pelatihan kerumahtanggaan yang istimewa dari Rasul. Dia senantiasa berada di bawah pengawasan Rasul, karenanya ia meniru semua kebiasaan dan mengikuti setiap apa yang dikerjakan Rasulullah.
Kepribadian beliau :

Beliau adalah sahabat Rasulullah yang sangat lembut, sabar dan cerdik. Abdullah termasuk ulama pandai, sehingga dikatakan sebagai al-Imam al-Hibr (pemimpin yang alim, yang saleh). Faqihu al-Ummah (Fakihnya umat). Ia termasuk bangsawan mulia, termasuk sebaik-baik manusia dalam berpakaian putih.
Beliau adalah sahabat yang senang dengan ilmu, baik menimba ilmu atau mengamalkannya. Sehingga dinyatakan, bahwa di awal keislamannya, yang dinginkan adalah diajari Al-Quran. Sehingga dalam suatu pertemuan dengan Rasulullah berkat kecemerlangan akalnya lansung bisa menimba ilmu dari lisan Rasulullah sebanyak 70 ayat. Karena senangnya terhadap ilmu, bahwa orang yang pertama kali men-jahr-kan Al-Quran di Makkah setelah Rasulullah adalah Ibnu Mas’ud. Dan orang yang pertama kali membaca dari lubuk hatinya adalah Abdullah bin Mas’ud.
Sesungguhnya Rasulullah pernah berjalan dengan Ibnu Mas’ud, sedang Ibnu Mas’ud membaca ayat satu huruf-satu huruf. Maka beliau bersabda, “Barang siapa senang membaca Al-Quran dengan cara yang baik (merendahkan diri) sebagaimana diturunkan, maka dengarkanlah bacaan Ibnu Mas’ud.”


Dan masih banyak riwayat yang lain tentang pujian Rasulullah terhadap Ibnu Mas’ud. antara lain :

-          Hudzaifah berkata, “Sungguh orang-orang pilihan (yang terjaga) dari para sahabat, mereka mengetahui bahwa Abdullah bin Mas’ud adalah termasuk sahabat yang lebih dekat dengan Nabi di sisi Allah.”(HR.Hakim)
-          Kedua kaki Ibnu Mas’ud lebih berat dari gunung Uhud dalam timbangan hari kiamat. Dari Ali, ia berkata, Rasulullah menyuruh Ibnu Mas’ud memanjat pohon untuk mengambil sesuatu. Maka tatkala para sahabat melihat dua betisnya yang kecil, mereka tertawa. Kemudian Rasulullah bersabda, “Apa yang kamu tertawakan ? Sungguh kaki Abdullah lebih berat dari pada Gunung Uhud pada hari kiamat.”(HR.Ahmad)
-          Beliau adalah pembawa siwak dan kedua sandal Rasulullah. Ia adalah sahabat yang membangunkan Rasulullah tatkala tidur dan mengambilkan wudhunya. Semua ini ia lakukan waktu safar.
-          Abdullah bin Mas’ud mendengar tasbihnya makanan.
-          Beliau adalah sahabat yang menyerupai Nabi dalam hal ketenangan dan wibawanya.
Ia adalah orang yang pertama kali mengumandangkan Al-Quran dengan suara merdu.

Di kemudian hari setelah masuk Islam, ia tampil di depan majelis para bangsawan di sisi Ka’bah, sementara semua pemimpin dan pemuka Quraisy duduk berkumpul, lalu berdiri di hadapan mereka dan mengumandangkan suaranya yang merdu dan membangkitkan minat, berisikan wahyu Ilahi Al-Quranul Karim:
“Bismillahirrahmaanirrahiim…
Allah yang Maha Rahman…
Yang telah mengajarkan Al-Quran…
Menciptakan insan…
Dan menyampaikan padanya penjelasan…
Matahari dan bulan beredar menurut…
Perhitungan…
Sedang bintang dan kayu-kayuan sama…
Sujud kepada Tuhan…”
Lalu di lanjutkannya bacaanya, sementara pemuka-pemuka Quraisy sama terpesona, tidak percaya akan pandangan mata dan pendengaran telinga mereka… dan tak tergambar dalam fikiran mereka bahwa orang yang menantang kekuasaan dan kesombongan mereka…, tidak lebih dari seorang upahan di antara mereka, dan pengembala kambing dari salah seorang bangsawan Quraisy… yaitu Abdullah bin Mas’ud, seorang yang miskin yang hina dina…!
Marilah kita dengan keterangan dari saksi mata melukiskan peristiwa yang amat menarik dan menakjubkan itu! Orang itu tiada lain dari Zubair ra katanya:
“Yang mula-mula mendaras Al-Quran di Mekah setelah Rasulullah SAW adalah Abdullah bin Mas’ud ra, pada suatu hari para sahabat Rasulullah SAW berkumpul, kata mereka, “Demi Allah orang-orang Quraisy belum lagi mendengar sedikitpun Al-Quran ini dibaca dengan suara keras di hadapan mereka. Nah, siapa diantara kita yang bersedia mendengarkannya kepada mereka…?”
Maka kata Abdullah bin Mas’ud, “Saya.” Kata mereka, “Kami khawatir akan keselamatan dirimu! Yang kami inginkan adalah seorang laki-laki yang mempunyai kerabat yang akan mempertahankan dari orang-orang itu jika mereka bermaksud jahat…” “Biarkanlah saya!”kata Abdullah bin Mas’ud pula, “Allah pasti membela.”
Maka datanglah Abdullah bin Mas’ud kepada kaum Quraisy di waktu Dhuha, yakni ketika mereka berada di balai pertemuannya… Ia berdiri di panggung lalu membaca “Bismillahirrahmaanirrahiimi” dan dengan mengeraskannya suaranya; Arrahman…’allamal Quran…
Lalu sambil menghadap kepada mereka diteruskanlah bacaannya. Mereka memperhatikannya sambil bertanya sesamanya, “Apa yang di baca oleh anak si Ummu’Abdin itu…? Sungguh, yang dibacanya itu ialah yang dibaca oleh Muhammad!”
Mereka bangkit mendatanginya dan memukulinya, sedang Abdullah bin Mas’ud membacanya sampai batas yang dikehendaki Allah… Setelah itu dengan muka dan tubuh yang babak belur ia kembali kapada para sahabat. Kata mereka, “Inilah yang kami khawatirkan tentang dirimu…!” Ujar Abdullah bin Mas’ud, “Sekarang ini tak ada yang lebih mudah bagiku dari menghadapi musuh-musuh Allah itu! Dan seandainya tuan-tuan menghendaki, saya akan mendatangi mereka lagi dan berbuat yang sama esok hari…!” Ujar mereka, “Cukuplah demikian! Kamu telah membacakan kepada mereka barang yang menjadi tabu bagi mereka!”
Keberanian Beliau
Abdullah bin Mas’ud masuk Islam sebelum masuknya Rasulullah ke Darul Arqam. Ia ikut perang Badar, Uhud, Khandaq dan perang lainnya. Semuanya dilakukan bersama Rasulullah. Pada perang Badar Rasulullah bersabda, “siapa yang mau datang kepadaku dengan membawa kabar Abu Jahal?” Maka Abdullah bin Mas’ud menjawab, “Saya ya Rasulullah.” : lantas ia pergi. tiba-tiba dijumpai dua anak ‘Afra’ telah memukul abu Jahal sehingga pingsan. Kemudian Abdullah menginjak leher Abu Jahal dengan kakinya dan ditebasnya kepala Abu Jahal. Kepala Abu Jahal kemudian dibawa ke hadapan Rasulullah dan Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Ya Rasulullah inilah kepala Abu Jahal.’
Maka Rasulullah bersabda,
“Allah yang tiada ilah kecuali Dia (3x). kemudian beliau melanjutkan, Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah yang telah benar janji-Nya dan telah menolong Hamba-Nya, serta mengalahkan golongan-golongan.” (Fathul Bari dan Zadul Ma’ad)
Wafatnya
Abdullah bin Mas’ud masih hidup hingga masa khilafah Utsman bin Affan ra. Saat ia mendekati ajalnya, Utsman menjenguknya lalu bertanya, “Apa yang kau keluhkan?” Ia menjawab: “Dosa-dosaku.”Utsman bertanya: “Apa yang kau inginkan?” Ia menjawab: “Rahmat Tuhanku.” Utsman bertanya: “Apakah engkau menginginkan jatahmu yang selalu kau tolak sejak bertahun-tahun lalu?”“Aku tidak memerlukannya.”Utsman berkata: “Itu akan bermanfaat bagi putri-putrimu sepeninggalmu nanti” Ia berkata, “Apakah engkau khawatir anak-anakku menjadi faqir? Aku telah memerintahkan mereka untuk membaca surat Al-Waqiah setiap malam. Aku pernah mendengar sabda Rasul SAW: ‘Siapa yang membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan terkena kefakiran untuk selamanya.” Ia menjawab:
Beliau Wafat di Madinah pada tahun 32 H , dalam usia 60 tahun lebih. Jenazahnya dishalatkan oleh ribuan kaum muslimin; termasuk didalamnya Zubair bin Awwam, Ammar bin Yasir. Beliau kembali kepangkuan Ilahi. Lisannya basah dengan zikir kepada Allah. Pada malam wafatnya, ia langsung dimakamkan di Baqi’ sebuah pekuburan di Madinah Al-Munawwarah. Semoga Allah meridhainya dan merahmatinya.

Hisyam bin Abdul-Malik

Hisyam bin Abdul-Malik



Hisyam bin Abdul-Malik (691 – 743; umur 51–52 tahun) (bahasa Arab: هشام بن عبد الملك) adalah seorang Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa sejak 724 (umur 32–33 tahun) sampai kematiannya pada 743 (selama 18–19 tahun).
Hisyam mewarisi kekhalifahan dari saudaranya Yazid II dengan menghadapi banyak permasalahan. Ia berhasil menanganinya, dan menyebabkan kekhalifahan Umayyah berlanjut sebagai sebuah negara. Masa pemerintahannya yang panjang merupakan pemerintahan yang berhasil, dan memperlihatkan lahirnya kembali berbagai perbaikan yang pernah dirintis oleh pendahulunya Umar bin Abdul-Aziz.

Peranan



Seperti saudaranya Al-Walid I, Hisyam merupakan pelindung seni yang besar, dan ia kembali mendorong berkembangnya seni di negaranya. Ia juga mendorong pengembangan pendidikan dengan membangun banyak sekolah, dan barangkali kontribusi terpentingnya ialah mengawasi penerjemahan sejumlah karya besar sastra dan ilmiah ke dalam bahasa Arab.
Ia mengembalikan penafsiran syariah sebagaimana pemahaman Umar II, dan menjalankannya pula terhadap anggota keluarganya sendiri. Kemampuannya menyatukan garis keturunan Umayyah diperkirakan merupakan faktor penting dalam keberhasilannya, dan mungkin menjelaskan mengapa saudaranya Yazid tidak efektif.

Militer



Di bidang militer, Hisyam mengirimkan pasukan untuk mengakhiri pemberontakan Hindu di bawah pimpinan Jai Singh di Sind. Ini membuat Bani Umayyah dapat menegaskan kembali kekuasannya atas provinsi di India.
Di Spanyol, perseteruan dalam negeri selama bertahun-tahun diakhiri, dan Hisyam mengirimkan pasukan besar yang berangkat ke Perancis. Walau pada awalnya sukses, pasukan Islam kemudian dikalahkan dalam Pertempuran Tours (bahasa Arab: balat asy-syuhada) oleh Charles Martel. Meskipun demikian, kekhalifahan Islam tetap melanjutkan kekuasaannya atas Spanyol.
Di Afrika Utara, pemberontakan besar suku Berber berhasil ditumpas dengan tewasnya ratusan ribu pemberontak. Kemenangan ini selamanya mengakhiri pemberontakan di sana. Hisyam juga menghadapi pemberontakan oleh Zaid bin Ali, cucu Husain bin Ali, namun pasukan Zaid berhasil dikalahkannya.
Walaupun Hisyam sukses, kaum pendukung Bani Abbasiyah terus memperoleh tambahan kekuatan dan membangun basis mereka di Khurasan dan Irak. Namun demikian, mereka belum cukup kuat untuk membuat gerakan terbuka terhadap Bani Umayyah pada masa pemerintahan Hisyam.

Wafat

Hisyam bin Abdul-Malik meninggal karena difteri pada tahun 743. Ia digantikan keponakannya Al-Walid II.